Sewaktu masih SMU aku sering diingatkan oleh salah satu sahabatku untuk sholat. Dan itu dilakukan oleh sahabatku hampir setiap hari pada saat istirahat siang, karena bersamaan dengan waktunya sholat dhuhur. Biasanya dia mengingatkan, "Ayo win sholat" tanpa nada memaksa dan sambil tersenyum. Lalu biasanya aku bilang,"Iya". Iya disini bukan berarti iya karena tidak aku follow up alias tidak melaksanakan ajakan temanku tersebut. Berganti hari temanku tidak pernah absent mengingatkan untuk sholat, dan aku selalu menjawab iya tanpa pelaksanaan.
Suatu ketika temanku yang lain dan kebetulan satu club denganku, maksudnya "selalu menjawab iya tapi tidak melaksanakan" berkata padaku, "Win, malu juga ya udah waktunya sholat kok kita malah nongkrong aja ndak sholat". Aku cuman terdiam sambil memikirkan perkataan temanku itu. Lalu pada saat pulang aku bilang ke temanku, "Besok bawa rukuh yuk, kita sholat" dan temanku setuju denganku.
Keesokan harinya pada saat istirahat, kembali temanku mengajak sholat dan aku mengiyakan. Dia tersenyum padaku dan mengajakku mengambil air wudhu. Ketika aku masuk ke mushola, tidak disangka teman-teman cowok yang kebetulan satu kelas seperti layaknya paduan suara mereka bertanya dengan nada keheranan padaku, "Win, dalam rangka apa nich kok sholat ?". Aku cuman tersenyum tanpa memberikan jawaban dan langsung masuk ke mushola. Aku keluar dari musholapun mereka mengomentari diriku, dan aku tetap tersenyum saja. Ternyata teman-teman saling memperhatikan juga ya, cuman beda-beda ekspresinya. Hari berganti dan aku mulai melakukan sholat 5 waktu dan berusaha untuk bisa memenuhinya.
Tiba-tiba aku merasa bukan sekedar wajib yang ada di dalamnya, tetapi karena aku memang membutuhkannya. Maka dalam melaksanakannyapun bukan lagi karena kewajiban tetapi karena aku ingin. Aku mulai memahami arti berkomunikasi dengan yang mempunyai hidupku walaupun itu masih sesuatu yang sangat dangkal. Alhamdulillah aku belajar disini, dan InsyaAllah selalu dijagakan.
Seorang teman pernah berkata padaku, "kita diberikan kehidupan dan kenikmatan yang luar biasa tapi untuk menyisihkan waktu untuk bersyukur dan memohon ampunan kok sulit, malu ah sama Allah SWT." Dan memang benar adanya, setelah aku pahami. Yang terjadi sebenarnya bukan karena kita malu dengan sesama, walaupun aku melakukan pada awalnya karena malu dengan temanku tetapi yang lebih besar lagi adalah karena aku malu dengan yang mempunyai hidupku dan betapa kita sangat kecil dibandingkan kebesaran Allah SWT.
Lalu ada kejadian lain lagi. Ketika pulang kerja, aku naik becak seperti biasanya untuk menuju ke rumah. Dan seperti biasanya klo belum sempat belanja di hari Minggu aku selalu mampir ke sebuah toko yang menjual bahan-bahan sayur mayur dan lauk pauk. Lalu tukang becak tersebut berkata, "Wah mbak selalu masak ya, apa ndak capek abis pulang kerja masih masak lagi" lalu aku menjawab, "Alhamdulillah, ndak capek pak. Khan masak untuk suami saya, saya senang pak". Kemudian tukang becak tersebut menjawab lagi, "Oh, iya ya mbak bener juga". Banyak kejadian, seperti seorang ibu yang ikhlas mengasuh anaknya, memberikan asi kepada anaknya. Aku yakin itu juga bukan hanya sebuah kewajiban tetapi sebuah keinginan.
Tentunya masih banyak kejadian yang bisa menggambarkan hal ini ;-)
Maaf klo ada kata-kata yang kurang tepat...hanya ingin share apa yang saya rasakan :-)
Wassalam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar